Rohana Koeddoes Menanti Persetujuan

No Comments
Dua perempuan “perkasa” di Indonesia, R.A Kartini dan Rangkayo Rohana Koeddoes, hidup pada zaman yang sama, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Keduanya sukses memperjuangkan hak-hak perempuan dari keterkekangan. Namun bedanya, Kartini diakui sebagai Pahlawan Nasional, sementara Rohana Koeddoes belum mendapat pengakuan dari pemerintah pusat. Kedua tokoh pejuang emansipasi perempuan ini hanya terpaut usia lima tahun.

Rohana Koeddoes kelahiran Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), 20 Desember 1884 (14 Sapar 1303), dan R.A Kartini kelahiran Jepara, Jawa Tengah 21 April tahun 1879. Sejarah mencatat, Rohana Koeddoes yang merupakan srikandi Islam ini, merupakan tokoh wanita pertama yang menerbitkan surat kabar perempuan Soenting Melajoe pada 1912. Iapun sukses memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di Minangkabau, dengan membangun sekolah keterampilan Kerajinan Amai Setia dan Roehana School.

Ia malah disebut sebagai tokoh perempuan yang berhasil menyuarakan perubahan bagi kaumnya. Namun, fakta membuktikan kedua wanita luar biasa ini mendapat “penghargaan” berbeda dari pemerintah pusat. Perbedaan perlakukan ini, sangat “mengusik” hati mayarakat Sumbar. Sebab perjuangan untuk mencatatkan nama Rohana Koeddoes sebagai salah seorang Pahlawan Nasional belum juga membuahkan hasil hingga kini. Kendati begitu, Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Gadang, Kabupaten Agam, Leonardy Harmainy Dt Bandaro Basa, merasa optimis harapan masyarakat Sumbar itu masih bisa diwujudkan.

Leonardy yang juga anggota DPD RI – MPR RI itu, Kamis (28/12), di Sekretariat DPD RI Perwakilan Sumbar, jalan Musi, Komplek GOR H. Agus Salim, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat mengatakan, harapan itu dapat memanfaatkan momen Hari Pers Nasional (HPN), pada 9 Februari 2018, yang dipusatkan di Kota Padang, Provinsi Sumbar.

“Sejarah mencatat Rohana Koeddoes telah menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis dan bahkan politik. Jadi, alangkah baiknya HPN yang akan dihelat di Kota Padang pada bulan Februari mendatang, dimanfaat oleh para jurnalis di Sumbar menjadi barometer bagi pengakuan Rohana Koeddoes sebagai pahlawan nasional,” kata Leonardy.

Ini, kata Leonardy, adalah sebuah langkah yang tepat, apalagi Rohana Koeddoes memang pantas mendapat pengakuan sebagai pahlawan nasional. Fakta membuktikan begitu banyak kiprah yang telah diusung Rohana Koeddoes. Dia tercatat sebagai penerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974). Lalu, pada Hari Pers Nasional ke-3, pada 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Bahkan pada tanggal 6 November 2007, pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama untuk Rohana Koeddoes, yang diterima berdasarkan Kepres No. 068/TK/Tahun 2007. Berdasarkan fakta itu, sebagai anggota DPD RI – MPR RI, Leonardy Harmainy Dt Bandaro Basa, berjanji akan mengusulkan pada DPD RI untuk disampaikan pada Sidang Paripurna DPD RI.

Sebagai anggota DPD RI, Leonardy meminta pemerintah menyegerakan pemberian gelar Pahlawan Nasional pada pejuang emansipasi wanita asal Sumbar, Rohana Koeddoes ini.

“Rohana Koeddoes telah banyak berbuat untuk kaumnya, sehingga perempuan menjadi kaum terdidik, berilmu dan berketerampilan,” ujar Leonardy. Dia mengatakan, salah satu buah perjuangan Rohana Koeddoes yang masih dapat dilihat sampai sekarang, industri kerajinan rumah tangga yang masih berdiri dan berkembang baik di Koto Gadang. “Amai Setia, industri kerajinan sebagai bukti yang telah dirintis Roehana Koeddoes yang telah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu,” tegas Leonardy Harmainy. (F. Fahlevi)